Pages

Rabu, 25 Agustus 2010

Plasenta/Ari-ari Bayi Pengobat Leukimia dan Banyak Manfaat Lainnya

resize-of-re-exposure-of-dscn0958Kakang Kawah adi ari-ari,sedulur papat hal inilah biasanya yang sering diucapkan oleh orang jawa pada saat membacakan sebuah mantra keselamatan untuk diri sendiri, sebenarnya mulai dari dulu Orang jawa percaya bahwa ari-ari atau yang disebut juga plasenta memiliki pamor atau kekuatan yang lebih, tapi cenderung kepercayaan ini dihubngkan dengan nuansa magic
Jangan lekas buru-buru dikubur plasenta atau ari-ari jika ada salah satu dari keluarga anda yang melahirkan, karena dengan ari-ari atau plasenta bayi banyak medatangkan manfaat bagi kesehatan mulai dari Leukimia, gangguan mata,asma dan pembusukan luka dapat ditangani dan disembuhkan mealalui ari-ari atau plasenta bayi

KONON, dunia kedokteran masih jua belum bisa menyembuhkan penyakit yang disebabkan oleh kelainan gen (keturunan), seperti leukemia? Ternyata tidak. Bila mencermati kepustakaan yang ada, bahkan sejak 1988 kalangan ahli telah berhasil menemukan metode pengobatan yang dinilai sangat efektif, yakni dengan memanfaatkan sel induk (sel inti) yang banyak terdapat pada darah di tali pusar (tali pusat).
Harus diakui, dalam perkembangannya sampai saat ini, metode pengobatan tersebut kurang populer. Soalnya, agar pengobatan bisa berhasil secara maksimal, seyogianya menggunakan sel induk yang berasal dari tali pusat si penderita. Ternyata itu juga bukan perkara mudah. Nyaris tiada seorang pun di jagat ini yang memiliki kebiasaan menyimpan tali pusatnya—apalagi dalam keadaan masih segar. Maklum, lazimnya, para orang tua akan ”membuang” tali pusat anaknya, beberapa saat setelah sang jabang bayi dilahirkan.
Pasrah? Jangan dulu. Ada tawaran menarik yang dilayangkan sejumlah ”bank” sebagai solusi. Tentunya, bukan bank kebanyakan untuk menabung fulus, melainkan cord blood bank (bank darah tali pusat) yang secara teknis mampu menyimpan sel induk secara aman. Nah, terutama bagi ibu-ibu yang melahirkan anaknya di era milenium, bisa memanfaatkan jasa yang ditawarkan oleh CordLife, yakni cord blood bank yang ada di Singapura. Sejak dioperasikan pada 2001, hingga sekarang bank ini telah menyimpan sekitar 1.000 sampel.
ntuk setiap peminat, tentu ada biayanya. Di tahun pertama, mereka harus merogoh kocek sebesar Sin$ 2.000 (sekitar Rp 12,6 juta). Setelah itu, akan dikenakan biaya sewa setiap tahun sebesar Sin$ 250 (sekitar Rp 1,2 juta). Jasa yang ditawarkan CordLife berdasarkan kontrak yang berlaku selama 21 tahun. Setelah itu, bisa diperpanjang lagi.
Tak terkecuali bagi kalangan peminat yang ada di negeri ini. Sejak Juli lalu, bekerja sama dengan Kalbe Farma, CordLife membuka layanan serupa di kawasan Pulomas, Jakarta. Usaha kemitraan ini berkibar dengan bendera PT CordLife Indonesia. ”Kehadiran kami di sini untuk makin mempermudah pelayanan bagi masyarakat Indonesia,” kata Wirya Tantra, General Manager PT CordLife Indonesia.
Menariknya, dibandingkan dengan yang di Singapura, tarif jasa yang di Jakarta relatif lebih murah. Biaya untuk tahun pertama ”hanya” Rp 9,5 juta, dan untuk biaya tahunan dipatok Rp 1,5 juta. Bank yang dibangun dengan dana investasi, konon, mencapai lebih dari Rp 162 miliar ini dirancang bisa menampung sebanyak 30 ribu kantong darah tali pusat. ”Sampai saat ini sudah ada 100 sampel yang disimpan di sini,” ujar Wirya.
Melihat antusiasme kalangan peminat yang tergolong tinggi, tampaknya berusaha di sektor ini cukup menjanjikan. Ditambah lagi potensi pasarnya yang sangat besar. Lihat saja angka kelahiran, dari rata-rata 1.000 penduduk di negeri ini, hampir dipastikan sekitar 22 di antaranya adalah bayi-bayi yang baru lahir. Sementara di Singapura, dengan rasio yang sama, angka kelahirannya hanya sekitar 16 per mil.
Lebih dari itu, tingkat kesadaran masyarakat akan pentingnya kesehatan, trennya pun dirasakan makin tinggi. Banyak hal memang yang memicunya. Selain tingkat pendidikan dan daya beli, meningkatnya kesadaran masyarakat itu, boleh jadi pula, dipicu oleh kekhawatiran mewabahnya berbagai penyakit baru. Untuk soal yang terakhir ini, lihat saja catatan yang ada di CordLife International sampai tahun ini. Paling tidak, sudah ditemukan sekitar 80 jenis penyakit baru, yang ironisnya, sebagian besar belum ada obat penawarnya. Nah, dengan metode pengobatan yang memanfaatkan sel induk ini, diharapkan bisa meredam kekhawatiran itu.
BISA DIMANFAATKAN OLEH SAUDARA SEKANDUNG
Selain diperoleh dari darah di tali pusat, sel induk juga bisa didapat dari sumsum tulang belakang. Cara yang terakhir ini memiliki risiko tinggi. Lagi pula, proses pengambilannya cenderung menyakiti si penderita. Sementara, proses pengambilan sel induk dari tali pusat, jauh lebih aman. Lazimnya, dilakukan setelah bayi lahir. Tim dokter—tentunya dengan peralatan khusus— akan segera mengambil darah (sekitar 22 cc) yang ada di tali pusat, kemudian disimpan dalam kantong yang steril. Di dalam darah itu, bisa didapat sekitar 800 juta sel induk.
Proses berikutnya adalah memeriksa kondisi darah tersebut di laboratorium. Bila sudah tercemar oleh bibit penyakit (seperti hepatitis atau AIDS), niscaya darah ini tidak bisa disimpan. Sebaliknya, bila kondisinya teruji steril, dengan teknologi tertentu, tim ahli akan memisahkan sel darah dan plasma darah, sehingga yang tersisa tinggal cairan yang mengandung sel inti.
Seluruh proses tersebut berlangsung selama 48 jam, hingga cairan sel induk disimpan di ruang pengawetan yang bersuhu minus 196 derajat celsius. Selama di tempat penyimpanan, pemantauan secara periodik akan dilakukan untuk mengetahui perkembangan kondisi sel induk.
Memanfaatkan jasa cord blood bank, bisa dibilang, hampir serupa dengan program asuransi kesehatan. Artinya, sewaktu-waktu bila dibutuhkan, khasiatnya bisa segera dimanfaatkan. Berdasarkan pengalaman selama ini, metode pengobatan yang memanfaatkan sel induk mampu menyembuhkan sekitar 88 jenis penyakit, seperti kanker, kerusakan pada sumsum tulang belakang, kelainan pada darah, dan penyakit yang berhubungan dengan kelainan metabolisme tubuh. Berikutnya, metode ini tengah diuji keampuhannya untuk melawan penyakit stroke, liver, diabetes, jantung, dan cedera pada tulang belakang.
Hebatnya lagi, metode pengobatan ini tidak hanya manjur untuk mengobati penyakit yang diderita oleh pemiliknya, juga bisa dimanfaatkan untuk menyembuhkan penyakit yang diidap oleh saudara kandung dan kedua orang tua. Tingkat efektivitasnya pun lumayan tinggi. Bila digunakan oleh saudara kandung, misalnya, rasionya bisa mencapai 75%. Sementara rasio bagi kedua orang tua mencapai 50%. Tentunya, tingkat efektivitas itu bisa dicapai bila sel induk yang ditransplantasikan memiliki kecocokan golongan darah dan struktur gen.
Sejatinya, metode pengobatan ini dilakukan dengan cara mentransplantasikan sel induk ke organ yang rusak. Sesuai sifatnya, sel induk akan berkembang membentuk sel baru. Seyogianya, transplantasi itu disesuaikan dengan berat badan si penderita, idealnya setiap kilogram berat badan dibutuhkan sekitar 15 juta-20 juta sel induk. Contohnya, penderita yang berbobot 30 kilogram, sepatutnya ditransplantasikan sel induk sebanyak 450 juta sel.
Persoalannya sekarang, jika kerap digunakan, niscaya akan mengurangi, bahkan menghabiskan deposit sel induk yang ada di cord blood bank. Toh, yang tersimpan di sana volumenya sangat terbatas. Kendati begitu, kita tak perlu cemas. Dengan teknologi kedokteran mutakhir, ternyata populasi sel induk yang ada di bank bisa ditingkatkan lebih banyak lagi. Aman, kan.

0 komentar:

Posting Komentar