Seorang guru sepertinya harus memiliki satu konsep lagi dalam strategi belajar mengajar siswa, konsep tersebut adalah melakukan rotasi tempat duduk siswa secara berkala. Ada suatu indikasi jika siswa dibiarkan begitu saja memilih sendiri tempat duduknya, maka bagi siswa yang motivasi belajarnya kurang baik tentu akan memilih tempat duduk di bangku sudut paling belakang. Terlebih lagi jika ventilasi udara dan sirkulasi cahaya di dalam kelas kurang mendukung, hal ini akan berakibat pada suasana jenuh, pengap, dan menyesakkan. Ukuran ruang kelas harus standar, yaitu 8 x 8 m2, warna cat ruangan harus terang, pajangan dinding tidak terlalu banyak/ramai menyimpan gambar, foto, atau tulisan-tulisan lainnya. Penampilan guru tidak terlalu modis, oleh karena itu sebaiknya pakaian yang dikenakan guru tidak usah terlalu banyak aksesoris label, pangkat, logo, dan sebagainya yang menempel di pakaian yang dikenakan guru, apalagi warna atribut tersebut sangat kontras dengan warna dasar kain. Sebab hal ini akan menyita lebih banyak perhatian siswa, misalnya (maaf) seperti seragam linmas yang direkomendasikan beberapa pemda di Indonesia yang diwajibkan dipakai oleh para guru di sekolah.
Sebuah riset selama lebih dari 3 tahun terhadap posisi tempat duduk siswa dalam hubungannya pada tingkat keberhasilan belajar siswa di Madrasah Aliyah YPK Cijulang Kab. Ciamis, disimpulkan bahwa peringkat lima besar untuk setiap kelas diraih oleh siswa yang menempati posisi tempat duduk maksimal baris tengah hingga baris depan. Sedangkan siswa yang mengambil posisi tempat duduk di bagian belakang rata-rata mendapat peringkat menengah ke bawah.
Hasil riset ini kemudian dilakukan pengujian silang. Ada salah seorang siswa yang semula mendapat peringkat bagus di kelasnya, lalu menginjak kelas berikutnya ia pindah tempat duduk di poisi paling belakang. Ternyata prestasinya menurun. Kemudian hal ini kita komunikasikan kepada guru-guru yang lainnya, ternyata guru lainpun merasakan hal yang sama.
Bukan Teori Pasti
Ada sebuah ungkapan yang mengatakan “tergantung orangnya”, hal ini merupakan sebuah pembelaan bagi siswa yang ternyata prestasinya tetap bagus, meskipun duduk di kursi belakang di dalam kelas. Memang ada saja kemungkinan-kemungkinan yang dapat mengecualikan sebuah konsep. Oleh karena itu, teori ini perlu diperjelas dan dilakukan penelitian lebih universal, baik ke masa lalu dengan cara menelusuri biografi orang-orang yang telas sukses dalam bidang keilmuan, maupun ke masa yang akan datang di berbagai sekolah/madrasah.
Siswa yang menempati posisi tempat duduk di depan, bukan jaminan bahwa dia mendapatkan peringkat paling bagus di kelasnya. Bisa saja justru ia memiliki keterbatasan penglihatan dan /atau pendengaran, atau ia merasa ada keterbatasan daya nalarnya/lamban dalam menangkap setiap pelajaran. Oleh karenanya dengan motovasi tinggi ia berusaha dengan segala upaya agar setiap meteri pelajaran dapat dipahami dengan cepat, tepat, dan akurat. Namun demikian, meskipun si siwa yang memilih tempat duduk paling depan di kelas, setidaknya ia akan mudah terpantau oleh setiap guru yang masuk kelas. Minimal ia akan mendapatkan nilai afektif yang bagus dibandingkan dengan siswa yang memilih tempat duduk di belakang. Karena siswa yang duduk di bagian belakang, tingkat konsentrasi siswa akan lebih banyak terbuang sia-sia. Karena sering kali terjadi — terlebih pada mata pelajaran yang kurang diminatinya — ketika guru menulis di papan tulis, tentunya pada posisi membelakangi siswa, maka siswa yang duduk di belakang sering kedapatan melakukan tingkah yang aneh-aneh sambil mengganggu siswa yang lainnya.
Posisi tempat duduk di belakang juga dianggap sangat menguntungkan bagi siswa yang sedang melaksanakan ujian/tes tertulis. Sebab ada banyak kesempatan untuk melakukan kecurangan-kecurangan dalam ujian. Di antaranya nyontek, bekerja sama dengan siswa lain, atau membuka catatan, dan lain-lain. Dalam hal ini seorang guru juga harus memiliki daya cipta, rasa, dan telepati yang baik dalam hal menjatuhkan penilaian terhadap seorang siswa. Sebab sering sekali terjadi, seorang siswa yang dalam kesehariannya prestasi dan motivasi belajarnya sangat kurang, tetapi tiba-tiba hasil ujian/tes tulisnya bagus. Hal ini bisa disebabkan karena faktor keberuntungan, misalnya secara alfabet nama dia berurutan dengan nama siswa paling cerdas. Maka secara otomatis pada saat ujian akhir dilaksanakan tentu posisi tempat duduk dia akan bersebelahan dengan posisi tempat duduk siswa yang cerdas tersebut. Di saat itulah kesempatan nyontek pekerjaan teman akan terbuka lebar. Dengan demikian, dapat kita bayangkan jika pola Ujian Nasional (UN) tidak segera dilakukan pembenahan yang signifikan, maka lambat laun akan meruntuhkan kredibilitas bangsa kita sendiri. Sebab bisa saja terjadi siswa yang seharusnya mendapat nilai prestasi bagus jadi tidak lulus, sebaliknya siswa yang kemampuan belajarnya jelek justru mendapat nilai UN sangat memuaskan.
Rotasi Tempat Duduk Siswa Terdaftar dalam Denah
Pelaksana rotasi tempat duduk dilakukan oleh wali kelas atau guru kelas dan harus dibuatkan denah tempat duduk, seperti layaknya denah tempat duduk siswa pada saat melaksanakan ujian akhir. Denah tempat duduk ini harus diketahui oleh guru-guru lain yang mempunyai jadwal mengajar di kelas tersebut. Hal ini dilakukan untuk mengantisipasi kebiasaan siswa yang nakal. Bisa saja, sehari dua hari ia menempati tempat duduk sesuai aturan rotasi, namun hari selanjutnya ia akan pindah lagi ke tempatnya semula. Apalagi terkadang di setiap sekolah ada siswa yang inklusif, karakter egonya tinggi yang didukung dengan jabatan orang tuanya yang cukup berperan di sekolah atau di masyarakat. Biasanya karakter siswa seperti ini akan berani melawan arus tata tertib sekolah. Hal ini akan lebih ruwet jika siswa inklusif ini membuat sebuah komunitas tersendiri dan mempengaruhi siswa yang lainnya.
Setiap guru tidak hanya dituntut profesional dalam bidang keilmuan, akan tetapi juga dituntut profesional dalam bidang manajemen dan kepemimpinan. Kemampuan memiliki kepekaan dan sensitifitas tinggi terhadap psikologi siswa yang dimiliki seorang guru akan mampu membuat perubahan sikap yang signifikan bagi para peserta didik. Termasuk salah satunya membiasakan siswa untuk hidup disiplin, setia dan taat pada tata tertib sekolah.
Rotasi tempat duduk minimal 10 kali dalam satu semester.
Penulis, guru MA YPK Cijulang Kab. Ciamis
Kamis, 18 November 2010
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
:a: :b: :c: :d: :e: :f: :g:
:h: :i: :j: :k: :l: :m: :n:
Posting Komentar