Pages

Kamis, 19 Agustus 2010

PHALAENOPSIS AMABILIS

WRITTEN BY :
RIYAWATI (081 326 300 380)
Namaku Phalaenopsis Amabilis. Biasa dipanggil Alea. Usiaku 22 tahun. Aku adalah seorang wanita yang sangat beruntung. Beruntung sekali. Kau tahu kenapa? Aku menikah dengan pangeran paling tampan sedunia. Pangeran dengan ciri khas pangerannya: tinggi, besar, tampan, naik kuda putih dan memakai baju putih dengan pedang terselempang di pinggang. Benar-benar keberuntungan yang, aku yakin, membuat iri banyak orang. Pangeran itu juga sangat setia padaku. Setiap hari dia mendekapku. Tak pernah ia meninggalkanku. Bahkan satu detik pun tidak. Kalian tahu dimana kutemukan pangeranku? Kutemukan dirinya di bawah kolong tidurku.
Sayangnya, di balik keberuntungan itu, juga ada sedikit warna hitam dalam hidupku. Phalaenopsis Amabilis. Nama yang aneh bukan? Entah apa yang ada dalam pikiran ibuku ketika menamaiku seperti itu. Apa mereka tak pernah membayangkan kalau besok ketika aku sekolah aku akan mengalami berbagai hinaan berkenaan dengan nama itu.

“Sinopsis cerita!” panggil Iqbal dengan seringai jailnya. Gigi tonggosnya keluar semua. Aku yakin sekali kalau ia memang memanggilku. Tahu kenapa? Phalaenopsis mirip sekali dengan sinopsis ‘kan? “Bu guru memanggilmu.” Aku mendelik ke arahnya siap menerkamnya. Seperti harimau melihat mangsanya.
“Alea!” suara Bu Guru menghentikan tindakanku. Aku buru-buru meninggalkan Iqbal dan berlari ke arah bu guru.
Itu salah satu hinaan yang kuingat sekali, dilakukan Iqbal waktu aku SD dulu.
Menginjak SMP ada pelajaran Biologi. Di sini guru Biologiku berkerut dahinya ketika membaca namaku di buku absen.
“Phalaenopsis Amabilis,” panggilnya.
Takut-takut aku mengangkat tanganku.Guru Biologiku, aku yakin, melihat tanganku terangkat tapi aku yakin juga ia belum melihat wajahku karena ia tetap menyuruhku berdiri. Pelan-pelan aku berdiri. Guru Biologiku melihatku. Ia tersenyum. Bukan senyum manis tapi seringai nakal seperti si serigala Iqbal ketika ia menghinaku.
Baiklah, sekarang aku akan ceritakan sedikit tentang guru Biologiku ini. Dia adalah seorang wanita yang sudah menikah tapi belum mempunyai anak. Tubuhnya padat berisi. Benar-benar seksi. Aku akan menggarisbawahi kata seksi ini. Ia benar-benar seksi karena ia mempunyai pinggul dan dada yang berisi. Semua wanita pasti iri kalau melihatnya.
Selain itu, ia juga seorang guru yang galak. Pernah ia menghukumku berlari keliling lapangan hanya gara-gara aku tidak membawa buku paket Biologi. Panas wajahku mendengar hukumannya. Malu tak terkira.
Sayangnya, di kelas inilah misteri anehnya namaku mulai terbuka.
Salah satu topik Biologi yang kepelajari adalah Keanekaragaman Hayati. Salah satu sub babnya adalah Nama Ilmiah. Di sinilah aku mengenal istilah BINER. Biner adalah sistem penamaan spesies makhluk hidup dengan dua kata latin atau yang dilatinkan. Kata Pertama menunjukkan genus yang penulisannya menggunakan huruf besar. Kata kedua merupakan spesies dan hurufnya dicetak miring. Contoh: Canis familiaris (anjing laut). Canis : Genus. Familiaris : spesies. Sistem penamaan ini diperkenalkan oleh Carolus Linaeus.
“Coba kalian sebutkan salah satu contoh nama latin yang menggunakan sistem penamaan Biner?”
Seperti biasa Iqbal menunjukkan jari telunjuknya tinggi-tinggi. Kalian tahu, aku sekelas lagi dengannya. “Oryza sativa padi,” teriaknya lantang sekali. Ia pastilah sudah belajar tadi malam. Anak itu tak berubah selalu maju selangkah dibandingkan teman-temannya.
Jasminum sambac melati,” teriak Angelina lancang. Angelina, teman sebangku Iqbal, mereka bersaing dalam segala hal. Mereka juga bersaing dalam menghina namaku.
Bu Mauduah, nama guru Biologiku, manggut-manggut mendengar suara murid-muridnya bersahut-sahutan menyebutkan nama ilmian yang telah mereka ketahui. Kalian tahu, berturut-turut kemudian, aku mendengar Rosa sp mawar, Tulipa sp tulip, Brasica oleracea kubis, Zea mays jagung, Citrus nobilis jeruk, Daucus carota wortel, Hibiscus rosasinensis bunga sepatu, dan entah apalagi.
“Alea!” suara Bu Mauduah mengebalikanku ke dunia nyata. “kudengar kamu belum menyebutkan satu pun nama ilmiah yang kuminta.”
Aku mengekeret ketakutan. Semalam aku memang belum belajar. Iqbal melihatku. Mulutnya komat-kamit mengatakan sesuatu. Aku tak mengerti maksudnya.
“Alea!”
“Ma … maaf, Bu. Sa … saya belum belajar semalam.”
Mata Bu Mauduah melebar menatapku. Ia juga menggeleng-gelengkan kepalanya. Seperti biasa ia lakukan ketika menemukan murid yang bodohnya ampun-ampunan. Ia berdiri dari singgasananya. Dari kursi yang ada di pojok kanan ruang kelasku.
“Tidak tahukah kau,” Bu Mauduah memulai ceramahnya. Ia sangat bersemangat sekali. “namamu sendiri sangat memenuhi konsep Biner. Aku heran – “ia memandang ke seluruh kelas. Semua anak mulai mengkeret ketakutan. “tak ada satupun dari kalian yang menyebutkan nama Phalaenopsis amabilis. Apalagi yang punya nama sendiri, kuperhatikan dari tadi hanya melamun saja.”
Aku tak tahu harus berbuat apa mendengarnya berkata seperti itu. Aku memang pernah bertanya pada ibuku tentang arti namaku. Tapi, ibuku tak mau menjawabnya. Ia hanya mengatakan bahwa suatu saat teman-temanku akan mengagumi namaku.
“Ya!” suara Bu Mauduah menggelegar melanjutkan penjelasannya. “Phalaenopsis amabilis adalah nama ilmiah dari anggrek bulan.” Aku tersenyum mendengarnya. Semua orang pasti tahu tentang anggrek yang satu ini. Anggrek bulan adalah puspa pesona bangsa Indonesia. Iqbal kulihat melotot padaku. Ia tampak menggeleng-gelengkan kepalanya diikuti dengan partnernya, Angelina dan teman-teman sekelasku lainnya. Mereka tak percaya.
“Tumbuhan ini bisa berbunga sepanjang tahun,” Bu Mauduah melanjutkan ceritanya. “terutama pada bulan November sampai April. Biasanya ia tumbuh di tempat-tempat yang teduh dan lembab. Bunga ini pertama kali ditemukan di Ambon.”
Aku semakin tertarik mendengarnya. Di kejauhan sana, bel berbunyi. Bu Mauduah tak langsung menghentikan penjelasannya. Ia memberiku sebuah kejutan dan sebuah peluang bagi Iqbal untuk menghina namaku habis-habisan.
“Nama lain bunga ini adalah anggrek lebah atau anggrek kupu-kupu,” Bu Mauduah mengakhiri penjelasannya.
Iqbal menyeriangai jail mendengar kalimat terakhir dari guru Biologiku yang jelita ini.
Sepeninggal bu Mauduah, Iqbal mengambil alih kemudi kelas. Gigi tonggosnya kelihatan ketika ia menyeringai lebar-lebar padaku. Aku hafal sekali seringaian itu: seringai kalau ia sudah menemukan hal baru untuk menghinaku.
“Teman-teman,” katanya memulai pidatonya. “jangan pernah dekat-dekat dengan Alea kalau kalian tidak ingin disengat …,” Iqbal mempause suaranya. Teman-temanku kompak menjawab,” Lebah!”
Aku berlari meninggalkan kelasku. Aku sudah tak tahan mendengar ejekan ini. Di kamar mandi aku menangis. Menyalahkan ibuku karena ia benar-benar salah telah memberiku nama Phalaenopsis Amabilis. Nama itu tetap memberiku ejekan-ejekan mengerikan meski teman-temanku telah mengetahui maknanya.
****
Shakespeare salah benar-benar salah. Kata-katanya tentang apalah arti sebuah nama benar-benar tak bisa diterima. What is a name? Nama adalah sesuatu yang sangat berharga. Anakku telah membuktikan arti besar sebuah nama. Kunamai ia dengan Phalaenopsis Amabilis bukan tanpa alasa. Aku berharap ia akan secantik namanya, dikagumi banyak orang. Kenyataannya, ia malah mendekam dalam Rumah Sakit Jiwa karena tak tahan mendengar ejekan akan namanya.
Sekarang aku benar-benar menyesal mengapa tak mengganti nama itu ketika ia pertama kali diejek teman-temannya dulu. Sebuah penyesalan yang datang belakangan hanya menghasilkan rasa bersalah yang tak termaafkan. Karena akulah, anakku sekarang menjadi penghuni Rumah Sakit Jiwa. Karena nama yang kuberikan, yang kuharapkan membuatnya menjadi seindah anggrek bulan, tapi itu tak pernah menjadi kenyataan. Tahu kenapa? Penampilan anakku dengan namanya bagai langit dan bumi. Berbeda jauh sekali. Anakku berkulit gelap, gemuk dan banyak jerawat. Benar-benar jauh dari deskripsi tentang cantik dan sangat jauh dengan deskripsi anggrek bulan itu sendiri: yang merupakan puspa pesona, bunga yang penuh keindahan bangsa Indonesia.
Itulah sebabnya teman-temannya semakin sering mengejeknya ketika mereka tahu arti nama itu yang sebenarnya. Benar-benar tak bisa dipersandingkan ‘kan?
Jadi, ibu-ibu dan bapak-bapak bercermin dari pengalamanku, berikanlah nama yang indah untuk anak kalian. Nama yang indah tak harus aneh seperti nama anakku ‘kan? Kalau kalian muslim, berikanlah nama-nama islami untuk anak kalian. Salsabila misalnya. Artinya air mata surga. Atau Sulthanah artinya penguasa wanita. Kalau kalian orang Jawa yang ingin menjunung tinggi budaya Jawa yang mulai hilang dikikis masa, namailah anak-anak kalian dengan nama-nama yang diambild ari bahasa Sansekerta. Arga misalnya. Artinya gunung. Atau Bayu artinya angin dan masih banyak lagi nama lain yang indah dengan arti yang menakjubkan. Namailah anak-anak kalian dengan nama-nama yang indah dengan arti menakjubkan tapi jauh dari ‘aneh’.
****
Aku sudah mengetahui kabar yang menimpa Alea. Aku adalah salah satu orang yang berperan besar memasukkan Alea ke Rumah Sakit Jiwa. Akulah yang selalu mengejeknya tanpa pernah berpikir untuk sedikit merasakan kepedihannya karena ejekan-ejekan itu.
Aku, Iqbal, sedang juga berjuang keras agar tak masuk Rumah Sakit Jiwa. Aku sekarang berada dalam terapi seorang psikiater. Rasa bersalah telah merasuk jiwaku sampai ke sumsum-sumsumnya. Perasaan itu tak mau lepas juga meski aku berusaha mengenyahkannya.
Malam-malam sering aku terbangun. Alea berdiri di pojok kamarku. Menatapku dengan tatapan yang tajam. Kulit tubuhnya yang gelap membuatnya menjadi sosok yang mengerikan. Aku berteriak ketakutan. Ibuku mendengar jeritanku. Ia berlari ke kamarku. Anehnya, ia tak melihat sosok yang kulihat.
Ah, rasa bersalah! Kau benar-benar penyakit yang tak ada obatnya. Kau menelanku mentah-mentah masuk ke gelapnya tenggorokan menuju usus besar untuk diproses dan akhirnya dibuang melewati anus.
Buat teman-temanku, jangan pernah lagi mengejek teman-temanmu. Meski sejelek apapun mereka, meski sejelek dan seaneh apapun nama mereka. Hargailah! Karena mereka juga manusia biasa yang mempunyai perasaan seperti yang kalian punya. Janganlah pengalaman burukku ini juga terjadi pada kalian.
***

0 komentar:

Posting Komentar