Pages

Kamis, 30 September 2010

Aku Bangga dengan Koruptor

koruptorApalagi yang bisa dibanggakan ? gejolak itu terus menghantui dan bahwa tersirat dalam lembaran mimpi-mimpi. Kita memang sedang bermimpi dan mimpi-mimpi itu makin diperindah dengan bunga-bunga yang ditaburkan oleh penguasa. Betapa tidak konon katanya “penguasa” akan memberantas hangus para koruptor. Ratusan mungkin ribuan ungkapan terdengar bahkan buku sakuku tak sanggup menyalin ungkapan serupa akan janji-janji yang dilotarkan.
Sederet aturan dan lembaga memamerkan dirinya untuk mengatakan”Koruptor tidak akan lepas”. Adu ketangkasan diperlukan untuk memperjelas tabur genderang permainan. Waduh… sebuah permainan ?, memang yang muncul lebih banyak sebuah permainan yang disuguhkan dalam sebuah teater besar bernama Indonesia. Dengan lakon dan sutrada; penguasa, politisi, pengusaha bahkan pemain penggiran dari kelompok masyarakat ikut rame memainkan pementasan kolosal maha akbar.
Teater itu sudah berumur puluhan tahun bahkan digelar dalam tahapan Repelita kini berubah menjadi semacam Orde. Sutrada bisa saja merangkap sebagai pemain bahkan sebagai penontonpun tidak diharamkan.
Disaat Orde Baru teater itu dimainkan, hanya sedikit pelaku yang terlibat namun kekuasaan mereka begitu mengakar. Beralih pada sebuah tahapan orde kebanggaan “Reformasi”, teater itu semakin meluas bahkan sangat luas sampai-sampai bangsa ini tetap mempertahankan dirinya sebagai bangsa terkorup didunia dengan berhasil menempatkan diri para urutan lima besar. Bertahan…kita terus bertahan bahkan dalam beberapa tahun ini peringkat kita tidak bergeser.
Kita kaya dengan Sumber Daya Alam…itu katanya. Dalam sebuah kajian justru kekayaanlah yang membuat diri kita terjajah. Kita terlalu bangga dengan apa yang ada disekitar kita namun tidak mau berpikir untuk mengoptimalkan apa yang ada disekitar kita.
Siapa yang dibanggakan ? Sumir..tatkala nilai ukurannya kinerja, belum lagi ketika menghubungkanya dengan moralitas.
Memang…semua berteriak menginginkan perubahan dengan menempatkan moralitas dan kemanusian sebagai panglima kehidupan. Tidak cukup itu aturan sengaja dideretkan untuk mendukung teriakan moralitas tersebut. Peluru tajam dengan senjata supermodern tersebut ternyata tidak meruntuhkan sebuah mentalitas “Korup” yang lebih layak disebut berjamaah. Mengapa ? Korupsi layaknya sebuah budaya baru yang secara tidak langsung mendapat pengakuan dalam masyarakat. Tanpa disadari bahkan mungkin sangat disadari masyarakat kitalah yang menciptakan budaya Korup tersebut. Lihainya pemain yang kerennya disebut Koruptor acapkali adalah panutan dalam masyarakat itu sendiri.
Lucunya.kitapun acapkali membanggakan materi dibandingkan sebuah nilai kehidupan dari apa yang kita panutkan. Lahirlah sebuah Komunitas Hedonisme yang menghambakan Materi dalam indera penglihatannya. Naluri kemanusiaan lenyap seiring dengan perhitungan untung rugi.
Hukum adalah panglima, sebuah semboyan yang patut direnungkan kembali. Jelasnya Hukum adalah milik yang berkuasa dan Berduit. Pemihakan hukum pada wong cilik ibarat sebuah mukjizat dalam teriknya matahari dipadang pasir.
Siapa yang menang ? Koruptor tetap berkibar di Negara kita..bahkan mereka semakin melembaga dalam sebuah komunitas berkuasa seperti Parlemen, Kabinet dan hukum itu sendiri.
Saat ini mereka bisa mengambil apa saja yang ada didepan kita, bahkan bantuan bencanapun mereka serabot. Dari tangan kanan mereka mengalir Derma untuk mendirikan panti asuhan, dari tangan kiripun mereka mengambil apa yang mereka dapat ambil. Didalam mesjid mereka berhotbah, didalam kantor mereka menyunat proyek. Diatas kertas mereka merencanakan penghapusan kemiskinan, didalam lobi mereka menggoalkan proyek fiktif. Didepan pendemo mereka berikrar menghukum koruptor, didepan koruptor mereka bernego nilai kebebasan. Dengan kekuasaan mereka berterima kasih akan banyaknya kasus Korupsi yang dilaporkan, dengan kekuasaan pula mereka mementahkan kasus korupsi tersebut. Disaat musim haji tiba mereka berhaji, disaat pulang mereka menerima amplop kebebasan yang disodorkan koruptor. Mereka bisa menitikkan air mata tatkala bencana tiba namun mereka bisa bersyukur atas bencana tersebut karena proyek akan mengalir dengan sunatan massal yang sudah melembaga.
Apa yang belum terpikir dalam benak kita, sudah terpkir dalam benak para koruptor. Kenapa mereka tidak di organisir dan dioptimalkan saja ? mereka adalah manusia cerdas namun lemah dalam moralitas. Berikan saja sebuah pulau dan tempatkan mereka dalam pulau tersebut, niscaya pulau tersebut dalam waktu relative singkat akan menjadi sebuah negara maju yang mungkin bisa mengalahkan kemajuan negara yang sudah ada saat ini.
Bisa jadi negara lain akan bangrut dan mereka akan bangkit…bukankah mereka ahli dalam segala jenis tipu muslihat. Termasuk melebihi kelicikan Abunawas dalam cerita 1001 malam.
Sumber : Resensi.net

0 komentar:

Posting Komentar